18 November 2010

Jadilah Singa

Saya tidak begitu ingat di mana saya membaca kisah ini, tapi kalau tidak salah kisah tersebut ditulis dalam bahasa Arab. Saya tertarik untuk menulisnya kembali berdasarkan apa yang saya ingat. Di dalamnya terkandung suatu hikmah yang cukup penting untuk kita teladani.

Syahdan, tersebutlah seorang saudagar kaya yang mulai beranjak tua. Dia ingin melatih anaknya agar piawai berniaga seperti ayahnya bahkan kalau bisa melebihi kehebatannya. Maka suatu hari diutusnya sang anak untuk memimpin sebuah kafilah dagang menuju tempat perniagaan di negeri seberang. Untuk sampai ke sana, kafilah itu harus menempuh padang pasir yang luas, bukit terjal dan medan yang tidak mudah. Semuanya harus ditempuh dengan unta (maklum..., zaman dulu kan belum ada pesawat cargo ataupun container...:)).
Suatu ketika, pada saat kafilah itu sedang beristirahat setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, sang anak saudagar menyaksikan suatu peristiwa yang membuatnya berubah fikiran.
 Ia menyaksikan seekor singa yang gagah berhasil menaklukkan seekor banteng yang menjadi buruannya. Ia kemudian menyantap banteng itu dengan lahap. Setelah merasa kenyang, ia meninggalkan mangsanya yang sudah tinggal tulang belulang dan remah-remah daging yang berserakan. Sepeninggal singa itu, segerombolan burung bangkai kemudian berebut menikmati sisa makanan singa itu dengan rakusnya.
Melihat kejadian ini, sang anak saudagar tertegun sejenak. Lalu dengan serta merta ia memerintahkan anak buahnya untuk berkemas-kemas pulang ke kampung halamannya dan tidak meneruskan perjalanan niaganya.
Sesampainya di rumah, sang ayah terkejut dan bertanya, "Kenapa engkau kembali sebelum engkau menyelesaikan misi perniagaanmu, anakku?"
Sang anak lalu menceritakan kejadian yang disaksikannya dan menutupnya dengan pertanyaan,
"Kalau burung-burung bangkai itu bisa makan sisa buruan singa tanpa harus bersusah payah untuk berburu, kenapa aku harus bersusah payah melakukan perniagaan? Bukankah aku bisa mendapatkan harta peninggalan ayah nanti tanpa harus berniaga?"
Sang ayah tersenyum. Lalu dengan bijak ia menasehati anaknya,
"Nak, jadilah singa yang mendapatkan makanannya dengan usaha sendiri lalu menyisakannya untuk yang lain, jangan jadi burung bangkai yang menunggu sisa buruan binatang lain!"

No comments:

Post a Comment