Belajar Menghargai Uang
“Kamu mau jualan apa In,” demikian Aisyah bertanya kepada Ina kawan sekelasnya.“Aku masih bingung, mis Asih bilang sebaiknya aku berjualan jeruk peras, cuma aku pernah kesakitan waktu memeras jeruk, karena aku lupa ada luka ditanganku dan perihnya bukan main, juga aku melihat banyak semut yang mengerubungi meja jualanku, sehingga aku takut dan rasanya gak enak deh kalau mau jualan makanan,” Ina menjawab dengan tangkas.
Semua anak yang berjumlah hanya 16 siswa di kelas 5A, kelasnya Maryam, masing-masing sibuk memikirkan hendak berdagang apa. Mereka membayangkan dengan ide menjual ini dan itu yang heboh-heboh, namun pada prakteknya tidak semudah dengan apa yang mereka pikirkan, karena semua dagangan itu haruslah menguntungkan, tahu sendiri pembelinya adalah kawan-kawan sekelas atau anak-anak sekolah yang rata-rata uang jajannya juga sedikit. Apalagi di sekolah mereka, selama ini anak-anak tidak boleh membawa uang ke sekolah. Wah bila mereka berjualan di sekolah dalam acara market day, kayaknya harus jeli memikirkan laku atau tidak dagangan mereka tersebut.
Akhirnya Jamillah yang selama ini menjadi ketua kelas mereka, yang dinamakan khalifah class memberi saran agar kelas mereka membuat brosur untuk menjual barang yang akan dijual dalam acara market day. Semua anak kelas 5 yang jumlahnya 160 anak dan terbagi dalam 10 kelas, bisa mempromosikan barang dagangan dengan harga-harganya. Jamillah kemudian memikirkan agar anak-anak berani maju dan bicara kepada kepala sekolah, bahwa pada hari market day itu, anak-anak diperbolehkan membawa lebih banyak uang ke sekolah dari biasanya, agar dagangan mereka banyak yang beli.
Ketika Aisyah sampai ke rumah, Aisyah melihat ibu sedang menghitung uang belanja. Aisyah kemudian teringat bahwa bila ayahnya pulang kantor, seringkali wajah ayah nampak lelah dan berkeringat. Aisyah sekarang mengerti, subhanallah untuk mendapatan uang ternyata tidak mudah, karena Aisyah dan kawan-kawan harus berfikir keras dari membuat brosur, membujuk kepala sekolah agar anak-anak boleh membawa uang, lalu membuat dagangan dan juga menjualnya, itu pun belum tentu laku. Bila tidak laku, yaa berarti tidak dapat uang kan? Ternyata susah sekali mencari uang yaa, wah.. subhanallah, hebatnya ayah yang mampu mencari uang untuk kita sekeluraga, dan ayah harus mencari uang setiap hari lagi, untuk 5 orang yaitu untuk anak anak, ibu dan ayah sendiri. Aisyah baru tahu kalau mencari uang itu susah sekali, dan Aisyah baru menyadari, bahwa ayah memang hebat.
Oleh: Jakarta Islamic School
Sumber: dakwatuna.com
Jadilah Orang Pintar
Pilun dan Pintar adalah dua sahabat karib. Namun keduanya memiliki karakter berbeda. Pilun malas, Pintar rajin. Pilun tak pandai membaca karena malas belajar, berbeda dengan pintar yang banyak pengetahuannya karena rajin belajar dan suka membaca.
Suatu ketika mereka main ke kebun binatang. Pada saat mereka mengunjungi kandang babon, di situ tertulis "DILARANG MEMBERI MAKANAN". Pintar hanya melihat-lihat saja tingkah babon yang lucu namun menyeramkan karena taringnya yang tajam. Pilun dengan innocent-nya mengulurkan tangannya ke sarang babon untuk memberi makanan. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, sang babon langsung menyambar tangan Pilun yang terjulur masuk ke sarangnya. Tak pelak lagi, dua bekas gigitan menempel di tangan Pilun.
Ya! itulah akibat tak pandai membaca. Maka, jadilah orang pintar!